Hari ke 3
Pagi hari.
Mentari yang selalu terlambat bangun pada hari Minggu itu menyelinap diantara awan-awan putih yang empuk. Matanya masih sayu. Namun saya, sudah harus berteriak, mendialog-kan puisi-puisi cinta bersama kumpulan kawan-kawan yang baru saya temui rupanya di dunia ini.
Siang hari.
Mimbar Tuhan tempat saya biasa bermanja-manjaan dengannya pun makin kasar, menuding anak-anakNya karena telah membiarkan sesama mengambil jalan yang salah. Mimbar meminta pertanggunjawaban akan apa yang saya serukan pagi tadi, yang membuat suara-suara sekitar makin lantang!!
Malam hari.
Menyadari bahwa semenarik apa pun pentas teater yang saya usahakan tadi pagi, mimbar Tuhan yang saya kunjungi tadi siang dan film bioskop tentang sandiwara penipuan hayat. Saya tau bahwa kenyataaan, tidak kalah lebih menarik dari semua hal yang saya lihat hari ini. Kenyataan tidak kalah lebih menipu dari mimpi-mimpi semu. Kemarin, sekarang, esok, lusa, selamanya. Saya akan tetap berada dalam sebuah film panjang yang tak dapat berhenti sebelum saya bosan bernafas. Bedanya, saya akan selalu menjadi pemeran utama dengan cerita dan adegan yang selalu menarik. Hal yang harus saya lakukan adalah. Berhenti menanyakan pemahaman dan melakukan apa yang bisa saya lakukan bukan hanya hari ini, tapi detik ini. Sekarang!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment